
Fajar.co.id, Jakarta -- Munculnya Peraturan KPU (PKPU) yang menyatakan 16 dokumen pasangan calon presiden dan wakil presiden dirahasiakan dari publik membuat sorotan kini tertuju ke lembaga yang menangani Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia itu.
Terlebih, aturan itu hadir saat publik sedang ramai mempertanyakan keabsahan ijazah mantan presiden Jokowi dan anaknya yang kini menjabat wakil presiden.
Terkait hal itu, pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin (Unhas), Fajlurrahman Jurdi, turut menyampaikan analisisnya.
"Seharusnya dokumen persyaratan pasangan calon (Paslon) adalah dokumen publik. Presiden adalah jabatan, dan masuk dalam kualifikasi jabatan publik," kata Fajrul kepada fajar.co.id, Selasa (16/9/2025).
Karena itu, sambung Dosen Fakultas Hukum Unhas ini, dalam pengisian jabatan publik, ada syarat yang harus dipenuhi. "Syarat atau dokumen syarat itu, harusnya dapat diakses oleh publik," tegasnya.
Dengan mengeluarkan PKPU ini, sambung pria yang rutin menulis buku-buku seputar hukum ini, KPU RI justru menjebak dirinya.
"Bahkan, publik bisa menilai bahwa ada yang dilindungi oleh KPU. Dan, publik bisa berspekulasi, ini terkait dengan ijazah mantan presiden Jokowi yang bermasalah," urai Fajlurrahman Jurdi.
Dia menilai bahwa dengan munculnya aturan ini, terlalu kelihatan cara KPU melindungi entitas tertentu. Di tengah prahara ijazah mantan presiden, mestinya KPU menahan diri dulu sampai reda kasus ini.
"Kalau mau menetapkan PKPU yang mengatur tentang ini, kenapa baru sekarang, kenapa tidak dari dulu?" tanya Fajlurrahman Jurdi, heran.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: