
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Penulisan ulang sejarah yang dimotori Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) belakangan ini menjadi sorotan. Ada banyak isu yang membuat penulisan sejarah itu menjadi polemik di tengah masyarakat.
Di tengah upaya penulisan ulang sejarah itu, muncul kekhawatiran besar dari sejumlah elemen masyarakat yang menyebut, penulisan ulang ini akan mengarah pada tafsir tunggal sejarah yang dipaksakan oleh pemerintah.
Selain itu, banyak juga pihak yang khawatir bahwa langkah yang dilakukan Kemenbud itu sangat berpotensi atas hilangnya narasi-narasi sejarah yang berbeda. Sejumlah pihak khawatir bahwa penulisan ulang ini akan mengaburkan peristiwa penting dan mengabaikan perspektif korban masa lalu serta kelompok marginal.
Terkait proyek ini, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon sebelumnya telah menyampaikan bahwa penulisan ulang sejarah ini akan rampung pada Agustus 2025 atau sekitar satu bulan lagi.
Salah satu alasan sehingga Kemenbud menargetkan penyelesaian ulang sejarah selesai pada Agustus karena, dirancang agar bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025.
Di tengah pro kontra penulisan sejarah itu, Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ikut angkat suara. Sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dia turut menyoroti polemik yang belakangan ini ramai diperbincangkan di ruang-ruang publik.
Agar buku sejarah tersebut bisa menjadi bahan pelajaran yang utuh bagi generasi yang akan datang, Anies Baswedan menekankan pentingnya objektivitas dan kelengkapan dalam sejarah bangsa yang ditulis ulang tersebut.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: