
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Ketua Harian Lembaga Study Hukum dan Advokasi Rakyat (LASKAR) Sulsel, Ilyas Maulana, menyinggung pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rusdi Masse (RMS), yang mengaku belum mengetahui detail RUU Perampasan Aset.
Dikatakan Ilyas, pengakuan itu justru mencerminkan lemahnya keseriusan DPR dalam membahas regulasi strategis.
“RUU Perampasan Aset ini bukan wacana baru,” ujar Ilyas, Minggu (14/9/2025).
Ia mengingatkan, regulasi ini sudah lama didorong publik karena dinilai penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi.
“Kalau pimpinan Komisi III malah mengaku belum tahu detailnya, ini menimbulkan pertanyaan besar. Sejauh mana komitmen DPR menjalankan mandat rakyat?," sebutnya.
Di sisi lain, Ilyas mengapresiasi keterusterangan RMS. Namun, hal itu sekaligus membuka tabir lemahnya komunikasi internal DPR.
“Seharusnya setiap pimpinan komisi yang baru menjabat langsung dibekali pemahaman utuh soal regulasi prioritas,” tukasnya.
Apalagi, lanjutnya, RUU Perampasan Aset sarat dimensi politik hukum dan berimplikasi langsung pada perlindungan hak warga negara.
“RUU ini menyentuh prinsip dasar hukum seperti praduga tak bersalah, hak kepemilikan, dan mekanisme beban pembuktian,” Ilyas menuturkan.
Kalau pimpinan saja belum menguasai substansi, kata Ilyas, publik wajar ragu dengan keseriusan DPR.
“Jangan sampai RUU hanya jadi simbol politik untuk meredam kritik,” tandasnya.
Ilyas mendesak RMS bersama Komisi III DPR segera membuka naskah akademik dan draf terbaru kepada publik.
“Transparansi itu penting, agar masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi advokasi bisa memberi masukan substansial sebelum RUU disahkan,” tegasnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: