Tambang di Kawasan Raja Ampat Kantongi Izin, Pakar Hukum Tata Negara: Resmi dan Legal Bukan Berarti Benar

3 hours ago 3
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti. (ANTARA/Narda Margaretha Sinambela)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menyoroti isu tambang nikel yang diduga ilegal di Raja Ampat.

Melalui akun X miliknya @BivitriS, ia menyebut bahwa orang yang berakal sehat harus memahami antara izin resmi dan salah tapi diresmikan.

Tambang Nikel di Raja Ampat punya izin resmi, katanya. Nah, kita yg berakal sehat mesti paham beda “izin resmi” dengan “salah tapi diresmikan”, “legal” dengan “etik lingkungan," tulis Bivitri Susanti dilansir X Senin (9/6/2025).

Menurutnya, resmi dan legal merupakan dua hal yang tidak bisa ditelan secara mentah-mentah.

Bahkan, Bivitri menyebut penguasa culas menjadi tameng di beberapa hal, termasuk tambang nikel

"Resmi dan legal bukan berarti benar. Hukum di sini cuma tameng penguasa culas," ujarnya.

Dilain sisi, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq resmi menyegel lokasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Dalam ranah ini, terdapat 5 perusahaan yang dinyatakan telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), yakni PT GAG Nikel, PT PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham.

Namun, KLH hanya melaporkan hasil temuan dari 4 perusahaan karena belum ada aktivitas pertambangan PT Nurham yang terekam.

Lebih lanjut, Hanif menyebut aktivitas pengerukan nikel PT ASP di Pulau Manuran seluas 1.173 hektare dengan luas bukaan tambang 109,23 hektare.

Dengan itu, ia mengklaim pemulihan atau rehabilitasi di pulau tersebut akan sulit dilakukan mengingat luas wilayahnya kecil.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Relationship |