Rencana Pemerintah Naikkan Pajak Rumah Tapak Bebani Rakyat, Ini Risikonya

9 hours ago 3
Ilustrasi rumah subsidi (Kementerian PUPR)

FAJAR.CO.ID -- Rencana Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah untuk menerapkan pajak tinggi pada rumah tapak hanya akan memberatkan masyarakat. Kebijakan itu juga dapat mengganggu iklim bisnis properti.

Pengamat properti Ali Tranghada menilai usulan Fahri Hamzah menerapkan pajak tinggi pada rumah tapak hanya akan menjadi biaya tinggi bagi pembeli. Akhirnya, masyarakat akan semakin kesulitan untuk memiliki hunian yang layak.

Biaya tinggi untuk memperoleh hunian memberi risiko pada makin beratnya bisnis properti secara keseluruhan.

CEO Indonesia Property Watch itu mengakui, pajak rumah kota-kota di luar negeri lebih tinggi daripada apartemen.

"Tapi di sana (pajak rumah) bergerak alami, tidak tiba-tiba dinaikkan pajaknya,” kata Ali.

Alih-alih menaikkan pajak, Ali menyarankan agar pemerintah memberikan insentif khusus untuk hunian vertikal atau rumah susun.

Dia memberikan pola pikir bagi pemerintah bahwa
semakin rendah segmen hunian, seharusnya semakin banyak insentif yang diberikan. Pemberian insentif ini menujukkan peran pemerintah dalam menyediakan perumahan publik.

Dia menyarankan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman mengkaji ulang dan mempertimbangkan dampak bila menaikkan pajak rumah tapak.

"Kebijakan tambal sulam ini menjadi ajang coba-coba yang akan membingungkan dan mengganggu bisnis properti secara umum," pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mewacanakan menaikkan pajak atau menerapkan pajak tinggi pada pembangunan rumah tapak atau landed house. Tujuannya mendorong masyarakat beralih ke hunian vertikal seperti apartemen dan rumah susun.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Relationship |