Fakta Mengerikan! 1 dari 2 Anak Indonesia Pernah Alami Kekerasan, Menteri PPPA Sebut Situasi Darurat!

2 weeks ago 26
Menteri PPPA Arifah Fauzi (tengah) didampingi Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa dan Ketua Satgas Unhas memberikan keterangan pers usai kuliah umum di Makassar, Sabtu,(24/5/2025). ANTARA/Abd Kadir Menteri PPPA Arifah Fauzi (tengah) didampingi Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa dan Ketua Satgas Unhas memberikan keterangan pers usai kuliah umum di Makassar, Sabtu,(24/5/2025). ANTARA/Abd Kadir

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 12.416 perempuan di Indonesia menjadi korban kekerasan fisik maupun seksual. Data tersebut dihimpun melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

Dalam kuliah umum di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/5), Arifah menekankan bahwa angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya.

“Data ini sesungguhnya belum menunjukkan angka sebenarnya karena masih menjadi fenomena gunung es. Sebab masih banyak yang belum berani melaporkan,” ujarnya di hadapan para mahasiswa dan akademisi.

Satu dari Empat Perempuan Jadi Korban

Arifah menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan di Indonesia paling banyak dialami oleh kelompok usia 15 hingga 64 tahun.

Berdasarkan data kementeriannya, satu dari empat perempuan di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan fisik atau seksual.

Lebih mencemaskan lagi, satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan, menjadikan situasi ini sebagai darurat kekerasan nasional.

“Yang lebih parah lagi, korban anak-anak, dimana satu dari dua anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan. Saat ini kita dalam kondisi darurat kekerasan,” tegasnya.

Tiga Program Unggulan untuk Cegah Kekerasan

Dalam upaya menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, Kementerian PPPA telah menyiapkan sejumlah program strategis. Salah satu yang menjadi andalan adalah Ruang Bersama Indonesia (RBI) — program berbasis desa yang mengedepankan pendekatan pentahelix: melibatkan pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan masyarakat.

Arifah berharap, dengan sinergi lintas sektor, penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya bersifat reaktif, namun juga preventif dan transformatif, menyasar akar persoalan hingga tingkat komunitas. (*/ant)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

Read Entire Article
Relationship |