
Oleh: Engki Fatiawan
(Ketua Korkom IMM Unhas dan Penulis Buku Lingkungan Berkearifan)
Supremasi makhluk di bumi yang bernama manusia telah berhasil menduduki kekuasaan atas segala makhluk lainnya. Egoisme yang timbul dalam dirinya telah beranggapan bahwa hanya manusia yang tinggal di permukaan bumi. Segala yang disediakan oleh alam seakan-akan diperuntukkan dalam rangka memenuhi keinginannya.
Keberhasilan manusia menduduki bumi menjadikan dia sebagai makhluk yang mengendalikan perjalanan peradabannya sendiri. Peradaban yang muncul dari hasil percobaan dan inovasi baik yang berbasis pada ilmu pengetahuan sains dan teknologi maupun inovasi dalam proses sosial – politik yang didasari oleh kemajuan berpikir filsafat. Percobaan dan inovasi yang dilakukan memunculkan dua sisi mata uang. Satu sisi, ia berhasil memajukan peradaban dengan segala bentuk kemudahan dan kecepatan dengan teknologi mutakhir namun, di sisi lain ia juga berhasil menyingkirkan makhluk lain yang dianggap tidak berguna.
Jika kita mundur sekitar 20 tahun ke belakang, kita masih biasa menjumpai berbagai makhluk dari kalangan serangga seperti capung, lebah, kepik, kupu-kupu, kunang-kunang, dan serangga lainnya yang susah ditemukan saat ini. Di daerah yang masih terjaga kemurnian airnya dan vegetasi yang masih terjaga serangga-serangga itu masih bisa dijumpai. Mereka masih membantu tumbuhan dalam melakukan proses penyerbukan untuk memperbanyak regenerasi.
Kini serangga-serangga itu susah untuk dijumpai bahkan sudah ada yang punah pada suatu wilayah. Punahnya makhluk tersebut pada dasarnya merupakan alarm alam bahwa telah terjadi ketidak seimbangan ekosistem alamiah. Penelitian ilmiah memperlihatkan bahwa penurunan populasi serangga secara global merupakan krisis ekologi yang mendalam dengan konsekuensi yang luas bagi keanekaragaman hayati dan ekosistem.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di: